Senin, 31 Oktober 2011

Keutamaan Ibadah 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Bulan Dzulhijjah adalah bulan yang mulia, salah satu dari bulan haram (suci) dimana amal ibadah di bulan ini pahalanya dilipatgandakan. Dan bulan ini juga merupakan bulan pelaksanaan ibadah haji. Jutaan umat Islam berkumpul di tanah suci untuk menunaikan panggilan Allah melaksanakan rukun Islam yang kelima. Kemuliaan bulan Dzulhijjah, khususnya pada sepuluh hari pertama telah diabadikan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَالْفَجْرِ {1} وَلَيَالٍ عَشْرٍ {2} وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ {3} وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ

“Demi fajar, Dan malam yang sepuluh, Dan yang genap dan yang ganjil, Dan malam bila berlalu” (QS Al-Fajr 1-4)

Allah SWT. bersumpah dengan 5 makhluk-Nya, bersumpah dengan waktu fajar, malam yang sepuluh, yang genap, yang ganjil dan malam ketika berlalu. Dan para ulama tafsir seperti, Ibnu Abbas ra, Ibnu Zubair ra, Mujahid ra, As-Sudy ra, Al-Kalby ra menafsirkan maksud malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Allah bersumpah dengan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah karena keutamaan beribadah pada hari tersebut, sebagaimana hadits Rasul saw:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ.‏

Dari Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Tiada hari dimana amal shalih lebih dicintai Allah melebihi hari-hari ini –yaitu sepuluh hari pertama Zhulhijjjah.“ Sahabat bertanya, ”Ya Rasulallah saw, tidak juga jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah?“ Rasul saw. menjawab, ”Tidak juga dengan jihad, kecuali seorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya serta tidak kembali (gugur sebagai syahid).” (HR Bukhari)

5 AMAL SHALIH DI SEPULUH HARI PERTAMA DZULHIJJAH

1.Takbir, Tahlil dan Tahmid

عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ما من أيام أفضل عند الله ولا أحب إليه العمل فيهن من أيام العشر، فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد".

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Tiada hari-hari dimana amal shalih paling utama disisi Allah dan paling dicintai-Nya melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Perbanyaklah pada hari itu dengan Tahlil, Takbir dan Tahmid.” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi) Berkata imam al-Bukhari, ”Ibnu Umar ra. dan Abu Hurairah ra pada hari sepuluh pertama Dzulhijjah pergi ke pasar bertakbir dan manusia mengikuti takbir keduanya.”



2.Puasa sunnah, khususnya puasa sunnah ‘Arafah

عن أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ قالَ : سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: "يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

Dari Abu Qatadah ra berkata, Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari ‘Arafah? Rasul saw menjawab, ”Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR Muslim)


3.Memperbanyak amal ibadah, karena pahalanya dilipatgandakan, seperti shalat, dzikir, takbir, tahlil, tahmid, shalawat, puasa infak, dan lain lain.

وعن جابر رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أفضل أيام الدنيا العشر يعني عشر ذي الحجة قيل ولا مثلهن في سبيل الله قال ولا مثلهن في سبيل الله إلا رجل عفر وجهه بالتراب

Dari Jabir ra bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” Ditanya, “Apakah jihad di jalan Allah tidak sebaik itu?” Rasul saw. menjawab, ”Tidak akan sama jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang menaburkan wajahnya dengan debu (gugur sebagai syahid).” (HR Al-Bazzar dengan sanad yang hasan dan Abu Ya’la dengan sanad yang shahih)

4.Shalat ‘Idul Adha, mendengarkan khutbah dan berqurban pada Hari Nahr (10 Dzulhijjah). Allah Ta’ala berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS al-Kautsr 2)

Di antara makna perintah shalat disini adalah shalat Idul Adha. Berkata Ar-Rabi’, “Jika engkau selesai shalat di hari Idul Adha, maka berkurbanlah.” Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَخْرُجُ يَوْمَ اَلْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى اَلْمُصَلَّى, وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ اَلصَّلَاةُ, ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ اَلنَّاسِ -وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ- فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Said berkata, “Rasulullah saw. keluar di hari Idul Fitri dan Idul Adha ke tempat sholat. Yang pertama dilakukan adalah shalat, kemudian menghadap manusia –sedang mereka tetap pada shafnya- Rasul saw berkhutbah memberi nasehat dan menyuruh mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi.

وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ اَلْعَوَاتِقَ, وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ; يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَيَعْتَزِلُ اَلْحُيَّضُ اَلْمُصَلَّى مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ummi ‘Athiyah berkata, ”Kami diperintahkan agar wanita yang bersih dan yang sedang haidh keluar pada Dua Hari Raya, hadir menyaksikan kebaikan dan khutbah umat Islam dan orang yang berhaidh harus menjauhi tempat sholat.” (Muttafaqun ‘alaihi)

5.Takbir dan berkurban di Hari Tasyriq

وَاذْكُرُواْ اللّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS Al-Baqarah) Para ulama sepakat bahwa beberapa hari berbilang adalah hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.

Imam Al-Bukhari memasukan hari Tasyriq pada hari sepuluh pertama Dzulhijjah, dan memiliki keutamaan yang sama sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani memberikan komentar dalam kitabnya Fathul Bari: pertama, bahwa kemuliaan hari Tasyriq mengiringi kemuliaan Ayyamul ‘Asyr; kedua, keduanya terkait dengan amal ibadah haji; ketiga, bahwa sebagian hari Tasyriq adalah sebagian hari ‘Ayyamul ‘Asyr yaitu hari raya Idul Adha.

Pada hari Tasyriq juga masih disunnahkan untuk berkurban. Rasulullah saw. bersabda,

وكل أيام التشريق ذبح

“Seluruh hari Tasyriq adalah hari penyembelihan (kurban).” (HR Ahmad)

by iman santoso
Sumber: Syariahonline.com

Kisah Qurban Bu Sumi

Kisah ini terjadi ± tahun 1995, sudah cukup lama memang, namun setiap ingin memasuki I’dul Adha saya selalu teringat dengan kejadian yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya tidak pernah melupakannya.

Awalnya saat saya sedang menjajakan dagangan bersama teman (kami berempat waktu itu), kami mengeluh karena sudah 3 hari kami berdagang baru 6 ekor yang terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah puluhan ekor laku terjual dan hari raya sudah didepan mata (tinggal 2 hari lagi). Kami cukup gelisah waktu itu. Ketika sedang berbincang salah seorang teman mengajak saya untuk sholat ashar dan saya pun bersama teman saya berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat kami berjualan. Setelah selesai sholat, seperti biasa saya melakukan zikir dan doa. Untuk saat ini doa saya fokuskan untuk dagangan saya agar Allah memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan saya laku/ habis terjual.

Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali ke tempat kami jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan banyak sekali orang disana dan terlihat teman kami yang berada disana kesibukan demi melayani calon pembeli. Akhirnya saya dan teman saya berlari untuk cepat membantu melayani teman kami. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor kambing. “Terima kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami”, Syukur saya dalam hati.

Namun setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal, saya melihat seorang ibu-ibu sedang memperhatikan dagangan kami, seingat saya ibu ini sudah lama berada disitu, pada saat kami sedang sibuk ibu ini sudah ada namun hanya memperhatikan kami bertransaksi. Saya tegur teman saya “Ibu itu mau beli ya ? dari tadi liatin dagangan terus, emang gak ditawarin ya ?, sepertinya dari tadi udah ada disitu. Kayaknya Cuma liat-liat aja, mungkin lagi nunggu bus kali. Jawab teman singkat. Memang sih kalau dilihat dari pakaiannya sepertinya gak akan beli ( mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil menenteng payung lipat ditangan kanannya) kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin berqurban.

Namun saya coba hampiri ibu itu dan coba menawarkan. “Silahkan bu dipilih hewannya, ada niat untuk qurban ya bu ?. Tanpa menjawab pertanyaan saya, ibu itu langsung menunjuk, “Kalau yang itu berapa bang ?” Ibu itu menunjuk hewan yang paling murah dari hewan yang lainnya. Kalau yang itu harganya Rp. 600.000,- bu, jawab saya. Harga pasnya berapa bang ?, gak usah tawar lagi ya bu... Rp. 500.000 deh kalau ibu mau. Fikir saya memang dari harga segitu keuntungan saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini. “Uang saya Cuma ada 450 ribu, boleh gak”. Waduh... saya bingung, karena itu harga modal kami, akhirnya saya berembug dengan teman yang lain. “Biarlah mungkin ini jalan pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari penampilannya sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat ibu itu untuk berqurban”. Sepakat kami berempat. “Tapi bawa sendiri ya.. ?” akhirnya si ibu tadi bersedia, tapi dia minta diantar oleh saya dan ongkos bajaj-nya dia yang bayar dirumah. Setelah saya dikasih alamat rumahnya si ibu itu langsung pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.

Ketika sampai di rumah ibu tersebut. Subhanallah..... Astaghfirullaah..... Allahu Akbar, merinding saya, terasa mengigil seluruh badan saya demi melihat keadaan rumah ibu tersebut.

Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu orang anaknya di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari kawat. Saya tidak melihat tempat tidur/ kasur, yang ada hanya dipan kayu beralas tikar lusuh. Diatas dipan sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam kondisi sakit. “Mak ... bangun mak, nih liat Sumi bawa apa” (oh ternyata ibu ini namanya Sumi), perempuan tua itu terbangun dan berjalan keluar. “Ini ibu saya bang” ibu itu mengenalkan orang tuanya kepada saya. Mak Sumi udah beliin kambing buat emak qurban, ntar kita bawa ke Masjid ya mak. Orang tua itu kaget namun dari wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil mengelus-elus kambing orang tua itu berucap, Allahu Akbar, Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga emak qurban.

“Nih bang duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya telalu murah, saya hanya kuli cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau saya niatkan buat qurban ibu saya. Aduh GUSTI....... Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi dia kaya Iman. Seperti bergetar bumi ini setelah mendengan niat dari ibu ini. Rasanya saya sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Saya langsung pamit meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.

“Bang nih ongkos bajajnya.!, panggil si Ibu, “sudah bu cukup, biar ongkos bajaj saya yang bayar. Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah, karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.

from : inspirasi hati.com

Tips Memerah Asi

1. Memerah ASI jangan menunggu payudara terasa penuh dulu baru memerah ASI. Perahlah ASI setiap 2 – 3 jam sekali, setiap si kecil tertidur, juga sebelum/setelah menyusui. Lakukan kebiasaan ini minimal pada 14 hari pertama menjalankan akti...fitas memerah ASI. Kemudian setelahnya, tetap lanjutkan/pertahankan dengan memerah ASI setiap 3 Jam sekali dengan durasi 20 menit untuk setiap payudara. untuk menghemat waktu, bunda dapat menggunakan double pump.

Catatan: Memompa ASI dengan menunggu payudara bengkak tidak jaminan ASI yang keluar lebih banyak dibandingkan memompa secara teratur. Justru kebiasaan menimbun ASI di payudara secara PERLAHAN namun PASTI akan mengurangi jumlah produksi ASI itu sendiri. Sedangkan memompa secara teratur dapat memanipulasi bahwa ada demand/permintaan yang banyak terhadap ASI sehingga secara PERLAHAN TETAPI PASTI payudara akan memproduksi lebih banyak ASI.

2. Jangan menjadikan hasil perah sebagai patokan bahwa itu merupakan produksi ASI yang sesungguhnya karena sebenarnya rangsangan dari pompa tidak sebanding dengan HISAPAN BAYI secara langsung. Jika bayi yang menghisap, ASI PASTI KELUAR. Walaupun begitu, tetap syukuri berapapun hasil perah yang di dapat, kumpulkan hasilnya dan selalu optimis.

Catatan: Harus tetap dipahami bahwa ASI itu supply by demand. semakin banyak demand/permintaan/rangsangan terhadap payudara, maka semakin banyak supply/produksi ASI. payudara sendiri memerlukan adaptasi 7-14 hari (tahap awal) dalam penambahan demand/rangsangan ini. sehingga dalam tahap awal tersebut jangan melihat hasil perahnya karena tujuan di awal perah adalah menstimulasi dan menambah jumlah rangsangan/permintaan ke paydaraa kemudian hasilnya dapat dilihat setelah tahap awal pemerahan.

3. Setelah payudara diperah, Ibu dapat langsung menggunakan payudaranya untuk menyusui. hal ini akan mengoptimalkan payudara untuk mendapatkan rangsangan/demang yang lebih banyak. menyusui disaat payudara sedang tidak menimbun ASI juga memberi peluang lebih besar kepada bayi untuk mendapatkan ASI hindmilk (kental) yang lebih banyak, karena ASI hindmilk akan diproduksi saat payudara sedang tidak ada timbunan ASI. ASI hindmilk ini kaya akan lemak essential yg sangat berguna untuk perkembangan otak dan menambah BB bayi.

Catatan: Walaupun payudara terasa kosong, ASI akan tetap diproduksi selama ada hisapan. Jadi Ibu tidak perlu takut menyusui dengan payudara yang lembek.

4. Bagi Ibu yang bekerja di luar rumah, Mulai perah ASI minimal 1 bulan sebelum mulai masuk kerja.

Catatan: Selalu Ingat bahwa payudara TIDAK PERNAH KOSONG. Berapapun sering dan banyaknya kita memerah dan mengeluarkan ASI, kemudian si kecil langsung menyusu kepada paydara yang telah diperah sebelumnya, ASI akan TETAP KELUAR jika bayi yang menghisap.

5. WAJIB BERPIKIR POSITIF bahwa ASI akan keluar dengan banyak meskipun pada tahap awal (7-14 hari pertama) ASI yang keluar hanya sedikit. Pengalaman saya pribadi meskipun pada tahap awal hanya dapat 5 ml setiap kali perah, dengan optimis dan teknik diatas Alhamdulillah akhirnya bisa memompa ASI 200ml dalam 1x perah setiap 3 jam, selain itu saya juga menyusui langsung (saya FTM). sehinggasaya menggunaka 1 payudara untuk menyusui selama 3 jam. misalnya sekarang sedang menyusui dengan payudara kanan s(selama 3 jam), maka payudara yang kiri saya perah pada jam ke-3. setelah diperah, payudara yang kiri saya pergunakan untuk menyusui langsung (selama 3 jam), kemudian payudara kanan untuk diperah pada jam ke-3. begitu seterusnya ^^

6. HINDARI penggunaan pompa dengan bola karet karena pompa tsb dapat menyakiti payudara sehingga dapat melemahkan kerja hormon OKSITOSIN. akibatnya, produksi ASI semakin menurun dan banyak pengalaman Ibu menyusui yg mengatakan produksi ASI BERHENTI akibat pemakaian pompa tsb. Selain itu, pompa dg bola karet juga tidak higienis, berbahan non BPA-free. Jika Ibu ingin memerah dengan menggunakan pompa, pilihlah pompa yang recommended utk memerah ASI, yaitu dari corong langsung masuk ke dalam botol tanpa terkontaminasi udara dari luar. Juga lebih disarankan untuk menggunakan pompa yang mempunyai lapisan silicon di corongnya. Lapisan Silicon ini bisa memijat areola. Seperti yang diketahui, isapan bayi tidak cuma menghisap puting ibu, tetapi terlebih pada menghisap areola ibu untuk merangsang keluarnya ASI. Begitu pula fungsi lapisan silicon ini meniru gerakan lidah bayi menyusu pada ibu.

7. Untuk Ibu yang mempunyai jadwal perah setiap 3 jam sekali, durasi untuk 1x pemerahan/Pompa adalah minimal 15-20 menit. Namun jika metode perah Ibu lebih dari 3 jam sekali atau sampai payudara Ibu terasa penuh dengan timbunan ASI maka waktu/durasi perahnya harus lebih lama atau jika bunda telah mendapatkan 3x LDR.

selamat mencobaaa........

SALAM ASI.
Tipsnya ummu hasna

Jumat, 21 Oktober 2011

Hukum Berqurban bagi Almarhum

Assalamualaikum wrwb,

Ustadz, orang tua saya sudah meninggal. Kakak saya bersikeras untuk berkurban atas nama Ayah dan Ibu saya. Lalu bagaimana hukumnya berkurban untuk orang yang sudah meninggal?
Maya, Lampung

Jawaban:
Saudari Maya yang dirahmati Allah, hukum berkurban bagi orang yang sudah meninggal, secara garis besar ada tiga bentuk, yakni :
[1]. Orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup.
Contohnya, seseorang menyembelih seekor qurban untuk dirinya dan ahli baitnya, baik yang masih hidup dan yang telah meninggal. Demikian ini boleh, dengan dasar sembelihan qurban Nabi saw untuk dirinya dan ahli baitnya (keluarganya), dan di antara mereka ada yang telah meninggal sebelumnya. Sebagaimana tersebut dalam hadits dari Aisyah, beliau berkata, yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw meminta seekor domba bertanduk, lalu dibawakan untuk disembelih sebagai qurban. Lalu beliau berkata kepadanya (Aisyah), “Wahai Aisyah, bawakan pisau”, kemudian beliau saw berkata: “Tajamkanlah dengan batu”. Lalu ia melakukannya. Kemudian Nabi saw mengambil pisau tersebut dan mengambil domba, menidurkannya dan menyembelihnya dengan mengatakan: “Bismillah, wahai Allah! Terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad,” kemudian menyembelihnya” [HR. Muslim].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Diperbolehkan menyembelih qurban seekor kambing bagi ahli bait, isteri-isterinya, anak-anaknya dan orang yang bersama mereka, sebagaimana dilakukan para sahabat” [Majmu Al-Fatawa (23/164)].

Sehingga seseorang yang menyembelih qurban seekor domba atau kambing untuk dirinya dan ahli baitnya, maka pahalanya dapat diperoleh juga oleh ahli bait yang dia niatkan tersebut, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal. Jika tidak berniat baik secara khusus atau umum, maka masuklah semua ahli bait yang termaktub dalam ahli bait tersebut, baik secara adat maupun bahasa. Ahli bait dalam istilah adat, yaitu seluruh orang yang di bawah naungannya, baik isteri, anak-anak atau kerabat. Adapun menurut bahasa, yaitu seluruh kerabat dan anak turunan kakeknya, serta anak keturunan kakek bapaknya.

[2]. Menyembelih qurban untuk orang yang sudah meninggal, disebabkan orang yang sudah meninggal itu telah bernazar atau berwasiat untuk melakukan qurban sebelum meninggalnya. Dalam kondisi yang kedua ini maka para ahli warisnya wajib menunaikannya walaupun diri mereka belum pernah melakukan penyembelihan kurban untuk diri mereka sendiri.

Ada riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas bahwa Sa’ad bin Ubadah meninta fatwa kepada Rasulullah saw dan berkata, ”Sesungguhnya ibuku telah meninggal dan ia masih memiliki tanggungan nazar namun tidak sempat berwasiat.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Tunaikanlah untuknya.” (HR. Abu Daud)
.
Disebutkan dalam kitab ‘Al Muwattho’ dan selainnya bahwa Sa’ad bin Ubadah pergi menemui Nabi saw dan berkata kepadanya, ”Sesungguhnya ibuku berwasiat, beliau (ibuku) mengatakan, ’Hartanya harta Saad dan dia meninggal sebelum menunaikannya.’ Kemudian Sa’ad mengatakan, ’Wahai Rasulullah apakah jika aku bersedekah baginya akan bermanfaat untuknya? Beliau saw menjawab. ’Ya.”

Kandungan dari hadits itu adalah menunaikan hak-hak yang wajib terhadap orang yang sudah meninggal dan jumhur ulama berpendapat bahwa siapa yang meninggal dan masih memiliki tanggungan nazar harta maka wajib ditunaikan dari pokok harta yang dimilikinya jika ia tidak berwasiat kecuali jika nazar itu terjadi disaat sakit menjelang kematiannya maka dari sepertiga hartanya. Sementara para ulama madzhab Maliki dan Hanafi mensyaratkan orang itu berwasiat. (Nailul Author juz XIII hal 287 – 288, Maktabah Syamilah)

Penyembelihan hewan kurban bisa menjadi wajib dikarenakan nazar, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Barangsiapa yang telah bernazar untuk menaati Allah maka hendaklah ia menaati Allah.” (HR. Bukhori Muslim) dan juga firman Allah, ”Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj: 29) bahkan apabila orang yang melakukan nazar itu meninggal dunia, maka pelaksanaan nazar yang telah diucapkan sebelum meninggal dunia boleh diwakilkan kepada orang lain.

Hal yang perlu diingat adalah bahwa daging sembelihan yang disebabkan melaksanakan nazar tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban sama sekali, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Hanafi dan Syafi’i yang berbeda dengan pendapat para ulama madzhab Hambali bahwa disunnahkan memakan sembelihan darinya, yaitu sepertiga dimakan, sepertiga dibagikan kepada karib kerabat dan sepertiga disedekahkan. (Fatawa al Azhar juz IX hal 313, Maktabah Syamilah)

[3]. Menyembelih qurban bagi orang yang sudah meninggal, bukan sebagai wasiat dan juga tidak ikut kepada yang hidup, yang ditujukan sebagai shadaqah terpisah dari yang hidup,
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
Pertama, sebagian ulama menganggap ini sebagai satu hal yang baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit, sebagaimana sedekah atas nama mayit (Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765).

Para ulama Hanafi dan Hambali berpendapat, diperbolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal, seakan-akan orang itu berqurban untuk orang yang masih hidup seperti halnya bershodaqoh dan memakannya sedangkan pahalanya bagi si mayit. (Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, juz IV hal.2743 – 2744)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata : “Diperbolehkan menyembelih qurban bagi orang yang sudah meninggal sebagaimana diperolehkan haji dan shadaqah untuk orang yang sudah meninggal. Menyembelihnya di rumah dan tidak disembelih qurban dan yang lainnya di kuburan” [Majmu Al-Fatawa (26/306)].

Kedua, sebagian ulama menyatakan tidak diperbolehkan. Tidak ada riwayat bahwasanya beliau berqurban atas nama Khadijah, Hamzah, atau kerabat beliau lainnya yang mendahului beliau saw .

Para ulama Syafi’i berpendapat bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang berqurban untuk orang lain tanpa seidzinnya, tidak juga untuk orang yang sudah meninggal apabila ia tidak mewasiatkannya berdasarkan firman Allah swt: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” (QS. An Najm : 39) . Dan jika orang yang sudah meninggal itu mewasiatkannya maka diperbolehkan, hal itu dikarenakan wasiatnya, kemudian seluruh (sembelihannya itu) wajib disedekahkan untuk orang-orang miskin.

Para ulama Maliki berpendapat makruh bagi seseorang berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia jika orang itu tidak menyebutkan (meniatkannya) sebelum kematiannya, dan jika ia meniatkannya namun bukan nadzar maka disunnahkan bagi para ahli warisnya untuk melaksanakannya. (Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, juz IV hal.2743 – 2744)

Demikianlah penjelasan yang dapat disampaikan mudah-mudahan bermanfaat.
Wallahu a’lam bi ash-shawab

Sumber: www.superqurban.tk

Kamis, 20 Oktober 2011

Tata Cara Penyembelihan Qurban

Cara Nabi menyembelih hewan kurban:

Dari Anas Ibnu Malik ra bahwa Nabi SAW biasanya berkurban dua ekor kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu lafadz: Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Dalam suatu lafadz: Dua ekor kambing gemuk.
- Dalam suatu lafadz riwayat Muslim: Beliau membaca bismillahi wallaahu akbar.” [Bulughul Marom]

Menurut riwayatnya dari hadits 'Aisyah ra bahwa beliau pernah menyuruh dibawakan dua ekor kambing kibas bertanduk yang kaki, perut, dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka dibawakanlah hewan itu kepada beliau.
Beliau bersabda kepada 'Aisyah:
"Wahai 'Aisyah, ambillah pisau." Kemudian bersabda lagi: "Asahlah dengan batu." 'Aisyah melaksanakannya. Setelah itu beliau mengambil pisau dan kambing, lalu membaringkannya, dan menyembelihnya seraya berdoa: "Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari Muhammad, keluarganya, dan umatnya." Kemudian beliau berkurban dengannya..[Bulughul Marom]

Boleh menyembelih dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah, kecuali gigi, kuku dan tulang.

Hadis riwayat Rafi` bin Khadij ra.,
ia berkata: Saya berkata kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, kami akan bertemu musuh besok sedangkan kami tidak mempunyai pisau.
Rasulullah saw. bersabda: Segerakanlah atau sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah dan sebutlah nama Allah, maka engkau boleh memakannya selama alat itu bukan gigi dan kuku. Akan kuberitahukan kepadamu: Adapun gigi maka itu adalah termasuk tulang sedangkan kuku adalah pisau orang Habasyah. Kemudian kami mendapatkan rampasan perang berupa unta dan kambing. Lalu ada seekor unta melarikan diri. Seseorang melepaskan panah ke arah unta itu sehingga unta itupun tertahan. Rasulullah saw.. bersabda: Memang unta itu ada juga yang liar seperti binatang-binatang lain karena itu apabila kalian mengalami keadaan demikian, maka kalian dapat bertindak seperti tadi. (Shahih Muslim No.3638)

Menyembelih unta dalam keadaan berdiri dan terikat “..Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat)...” [Al Hajj 36]

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa ia menghampiri seorang lelaki yang sedang menyembelih untanya dalam keadaan menderum lalu ia (Ibnu Umar) berkata: Bangunkanlah agar dalam keadaan berdiri dan terikat karena demikianlah sunah Nabi kamu sekalian. (Shahih Muslim No.2330)

Tempat Kurban:
“Dahulu Rasulullah SAW biasa menyembelih kambing dan onta (qurban) di lapangan tempat shalat.” (HR. Bukhari 5552).

Tata Cara Penyembelihan
• Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri.
• Apabila pemilik qurban tidak bisa menyembelih sendiri maka sebaiknya dia
ikut datang menyaksikan penyembelihannya. Tapi bila tidak bisa, maka boleh diwakilkan.
• Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.
• Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat putus.
• Ketika akan menyembelih disyari’akan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar” ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafi’I hukumnya sunnah. Adapun bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama sepakat
kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan: • hadza minka wa laka. ” (HR. Abu Dawud 2795) Atau • hadza minka wa laka ‘anni atau ‘an fulan (disebutkan nama shahibul qurban).” atau • Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, “Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban)”

Penerima Qurban

Bolehkah orang yang berkurban memakan hewan kurban? Jawabannya boleh. Ummat Islam dulu biasa membagi daging kurban sebanyak 3 bagian. 1/3 untuk keluarga mereka, 1/3 sebagai hadiah bagi orang yang mampu, dan 1/3 lagi bagi fakir miskin.

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” [Al Hajj 28]

“... Kemudian apabila telah mati, maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta...” [Al Hajj 36]

Tukang jagal mendapat bagian/upah dari orang yang berkurban. Jadi tidak mengambil hak fakir miskin dan yang lainnya. Ada pun daging, kulit, serta bagian-bagian terbaik lain harus disedekahkan.

Hadis riwayat
Ali ra., ia berkata: Rasulullah saw. pernah menyuruhku untuk mengurusi hewan kurbannya, menyedekahkan dagingnya, kulitnya serta bagian-bagiannya yang terbaik dan melarangku memberikannya kepada tukang jagal. Beliau bersabda: Kita akan memberinya dari yang kita miliki. (Shahih Muslim No.2320)

Ali r.a. berkata, "Nabi menyerahkan kurban seratus ekor unta lalu menyuruh saya. Kemudian saya mengurus kurban-kurban tersebut. Lalu beliau menyuruh saya membagi-bagikan dagingnya, pelananya, dan kulitnya. Juga agar saya tidak memberikan sedikitpun sebagai upah penyembelihannya."[HR Bukhari]

Rabu, 19 Oktober 2011

Syarat Hewan Qurban


Hewan Kurban tidak boleh cacat (buta meski cuma sebelah, ompong, pincang, tua, atau robek telinganya). Harus sempurna, cukup umur, dan tidak sakit. Jangan pula terlalu kurus sehingga terlihat jelas tulang rusuknya.

Al-Bara' Ibnu 'Azib ra berkata: Rasulullah SAW berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda:
"Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum." Riwayat Ahmad dan Imam Empat.

Ali ra berkata:
Rasulullah SAW memerintahkan kami agar memeriksa mata dan telinga, dan agar kami tidak mengurbankan hewan yang buta, yang terpotong telinga bagian depannya atau belakangnya, yang robek telinganya, dan tidak pula yang ompong gigi depannya. Riwayat Ahmad dan Imam Empat.

Jabir meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq‘alaih)


Hadis riwayat
Uqbah bin Amir ra.: Bahwa Rasulullah saw. memberinya kambing-kambing untuk dibagikan kepada para sahabat sebagai kurban. Lalu tinggallah seekor anak kambing kacang. Uqbah melaporkannya kepada Rasulullah saw. maka beliau bersabda: Sembelihlah itu olehmu! Perkataan Qutaibah kepada kawannya. (Shahih Muslim No.3633)

Umur minimal untuk Unta = 5 tahun,
Sapi = 2 tahun, Kambing=1 tahun, dan domba=6 bulan.